JURNALISHUKUM.COM, PAPUABARAT – Seorang wartawati dari media online, Maryam Suneth (34), melaporkan insiden pengancaman yang dialaminya saat menjalankan tugas jurnalistik di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.
Laporan tersebut disampaikan kepada pihak kepolisian di Polres Teluk Bintuni berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor STTLP/LP/B/182/IX/2024, yang diterima pada Jumat, 20 September 2024.
Maryam mengungkapkan bahwa ancaman tersebut datang dari salah seorang warga lokal yang mengeluarkan ancaman verbal saat ia tengah meliput kegiatan penyampaian aspirasi masyarakat di Gedung DPRD Teluk Bintuni. Pelaku diduga mengatakan, “Sus, ko keluar, nanti saya pukul ko, nanti kita urusan di kantor polisi,” dengan nada intimidatif saat Maryam menjalankan tugas peliputannya.
Merasa terancam, Maryam segera melaporkan insiden ini ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Teluk Bintuni. Dalam laporan tersebut, Maryam turut menyertakan bukti berupa rekaman video yang merekam momen ancaman serta bukti-bukti lainnya yang terkait dengan insiden tersebut.
“Saya sudah diancam sebelumnya, ini yang kedua kalinya,” ungkap Maryam.
Ia menjelaskan bahwa keputusannya untuk melaporkan ancaman kali ini dipengaruhi oleh saran dari Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Papua Barat.
Ketua PWI Papua Barat, Bustam, menyampaikan tanggapannya atas insiden ini dengan menegaskan bahwa tindakan hukum harus segera diambil untuk melindungi kebebasan pers.
Menurutnya, setiap individu yang merasa dirugikan oleh pemberitaan memiliki hak untuk menggunakan hak jawab atau klarifikasi, bukan dengan ancaman atau intimidasi.
“Jika ada hal yang dianggap kurang tepat dalam pemberitaan, silakan gunakan hak jawab atau klarifikasi. Pengancaman terhadap jurnalis adalah tindakan yang serius, dan sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, tindakan menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana,” kata Bustam dalam pernyataannya.
Bustam merujuk pada Pasal 18 Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghalangi tugas jurnalistik dapat dipidana penjara hingga dua tahun atau dikenakan denda maksimal Rp 500 juta.
Ia berharap agar kasus ini dapat segera diproses oleh pihak berwenang, sehingga perlindungan terhadap jurnalis, khususnya di wilayah Papua Barat, tetap terjamin.
“Wartawan yang menjalankan tugasnya sesuai kode etik harus dilindungi, dan tidak boleh ada intimidasi yang menghalangi kebebasan pers,” tegasnya.
PWI Papua Barat menyatakan akan terus memantau perkembangan kasus ini, dan memastikan bahwa hak-hak Maryam sebagai jurnalis tetap dihormati. Maryam juga didampingi oleh pengurus PWI Teluk Bintuni saat melaporkan insiden tersebut ke pihak kepolisian.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan ancaman terhadap wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistik. Kejadian ini kembali mengingatkan pentingnya menghormati kebebasan pers dan menjunjung tinggi hak jurnalistik di Indonesia. (Amiruddin)