JURNALISHUKUM.COM, JAMBI – Laporan Polisi (LP) yang di adukan oleh Bupati Batang Hari Muhammad Fadhil Arief terhadap seorang wartawan berinisial “HR” hingga kini masih masih menyisakan banyak pertanyaan di tengah masyarakat. Pengaduannya ini terkait dengan dugaan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 27 jo Pasal 45A ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Abdurrahman Sayuti, S.H., M.H., C.L.A., selaku Kuasa Hukum dari HR menyatakan pihaknya belum mendapat kejelasan mengenai kelanjutan kasus tersebut. Ia juga mempertanyakan langkah penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH) di Polda Jambi.
“Ya, benar sekali dan sampai saat ini kami belum tahu bagaimana kelanjutan laporan polisi yang dibuat oleh Bupati Batang Hari terhadap klien kami. Dugaan tindak pidana yang dilaporkan ini mengacu pada Pasal 27 jo Pasal 45A ayat (4) Undang-Undang ITE. Hingga kini, belum ada perkembangan pasca Pilkada,” ujar Abdurrahman.
“Kami akan mempertanyakan laporan tersebut kepada APH di Mapolda Jambi. Hal ini penting agar tidak menimbulkan spekulasi atau pertanyaan dari masyarakat. Jika memang laporan ini tidak berlanjut, kami meminta penyidik segera menghentikan dan mencabut pengaduan tersebut,” lanjutnya.
*Dasar Laporan Muhammad Fadhil Arief ke Mapolda Jambi*
Pada masa tahapan Pilkada serentak 2024, Muhammad Fadhil Arief yang mencalonkan diri sebagai calon dari petahana merasa dirinya menjadi korban pencemaran nama baik. Ia menerima tangkapan layar dari sebuah grup WhatsApp “Penggerak Kotak Kosong” yang berisi pernyataan, “Kalo, memilih pemimpin penyabu, kacau kito,”.
Kemungkinan Muhammad Fadhil Arief merasa pernyataan tersebut merugikan nama baiknya dan tidak sesuai dengan fakta. Ia kemudian mengadukan HR ke Mapolda Jambi pada 2 Oktober 2024 dengan di dampingi kuasa hukumnya.
Namun, HR membantah tuduhan tersebut. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak melakukan pencemaran nama baik dan meminta pelapor membuktikan tuduhannya.
“Saya menerima surat undangan klarifikasi dari Polda Jambi pada Senin (12/11) lalu. Dalam surat itu, disebutkan laporan terkait pencemaran nama baik di grup WhatsApp. Namun, saya tidak merasa melakukan hal tersebut. Saya juga meminta pelapor membuktikan tuduhannya,” ungkap HR.
Menurut HR, laporan tersebut hanya di dasarkan pada percakapan di grup WhatsApp, tanpa bukti konkret lainnya.
*HR Lapor Balik Fadhil Arief*
Setelah dilaporkan oleh Muhammad Fadhil Arief, HR kemudian membuat laporan balik ke Polres Batang Hari. Laporannya tercatat dengan nomor STBPP/ 417/ X/ 2024/ Satreskrim Polres Batang Hari pada tanggal 16 Oktober 2024.
HR melaporkan dugaan tindak pidana fitnah dan persangkaan palsu. Ia mengacu pada Pasal 45A ayat (6) Undang-Undang ITE, yang berbunyi bahwa jika tuduhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dapat dibuktikan, maka pelapor dapat dipidana karena fitnah. Selain itu, ia juga menggunakan Pasal 318 KUHP tentang persangkaan palsu dan juga Pasal 51 KUHP.
“Jika laporan beliau tidak terbukti, maka itu masuk kategori fitnah. Saya juga menambahkan pasal persangkaan palsu sesuai KUHP. Saya berharap laporan ini bisa diproses dengan adil,” ujar HR.
*HR Datangi Divisi Propam Mabes Polri*
HR juga mendatangi Divisi Propam Mabes Polri untuk meminta pemantauan terhadap proses hukum laporan Muhammad Fadhil Arief. HR mengaku kecewa karena laporan yang dia buat di Polres Batang Hari juga belum menunjukkan perkembangan.
“Karena laporan saya di Polres Batang Hari ditunda karena proses Pilkada, maka demi keadilan, saya meminta Divisi Propam Mabes Polri memantau perkembangan kedua laporan ini. Proses hukum harus berjalan adil untuk semua pihak,” tegas HR.
*HR juga Minta Telaah dari Kemenkominfo RI dan Badan Bahasa*
Selain itu, HR juga meminta Kementerian Kominfo RI menelaah bukti laporan yang diajukan oleh Muhammad Fadhil Arief, khususnya terkait pernyataan di grup WhatsApp yang menjadi dasar laporan.
“Saya sudah berkoordinasi dengan penyidik di Polda Jambi, dan mereka mengatakan bahwa bukti laporan hanya berdasarkan percakapan di grup WhatsApp. Oleh karena itu, saya mendatangi Kementerian Kominfo RI untuk meminta penelaahan atas bukti dan juga Kantor Badan Bahasa,” ujar HR.
HR mengungkapkan bahwa pihak Kementerian Kominfo RI menyambut baik permohonannya. Ia juga diminta mengirimkan surat resmi untuk memastikan tim ahli di Kementerian dapat melakukan telaah lebih lanjut, begitu juga dengan ahli bahasa di Badan Bahasa.
*Harapan HR*
HR berharap semua pihak, termasuk aparat penegak hukum dan Kementerian Kominfo, dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan adil. Ia juga menginginkan agar kasus ini dapat diselesaikan secepatnya tanpa ada intervensi dari pihak mana pun.
“Saya percaya pada hukum. Namun, saya juga berharap prosesnya transparan tanpa ada embel kekuasaan dan juga materi lainnya yang dapat disangka kan sepihak,” tutup HR. (*)