JURNALISHUKUM .COM, JAKARTA – gagal ginjal akut progresif atipikal ditemukan berkaitan dengan konsumsi obat yang tercemar kandungan zat berbahaya.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengaku justru hal tersebut yang perlu ditelusuri baik oleh Kementerian Kesehatan maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Kalau ada beberapa merk obat yang mengandung etilen glikol dan dietilen glikol melampaui ambang batas (toleransi), apa kesalahannya ada pada proses di lapangan atau ada hal lain? Ini perlu ditelusuri. Kalau ada pelanggaran, harus tentu harus diproses,” kata Netty dalam program Polemik MNC Trijaya, Sabtu (22/10).
Kementerian Kesehatan mengonfirmasi kasus gagal ginjal berkaitan dengan cemaran tiga senyawa yang ditemukan pada obat sirop yang dikonsumsi anak-anak. Tiga senyawa tersebut yakni etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol butil ether (EGBE).
Sebenarnya ketiga senyawa tersebut bukan merupakan bahan campuran obat melainkan cemaran atau kontaminan dari zat pelarut obat sirop. Dalam industri farmasi dikenal ada empat macam zat pelarut yakni, polietilen glikol, propilen glikol, gliserin dan sorbitol.
Keri Lestari, juru bicara Dewan Pakar Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), menjelaskan zat pelarut diperlukan untuk melarutkan bahan yang tidak larut oleh air.
“Dalam keempat pelarut ini, dimungkinkan ada cemaran yakni EG, DEG (dan EGBE). Sebetulnya, EG, DEG tidak boleh ada dalam obat, tapi kalau masih di bawah ambang batas, tidak masalah,” katanya dalam kesempatan serupa.
Dekan Farmasi ITB I Ketut Adnyana menambahkan selama ini penggunaan empat pelarut untuk obat sirop sudah dilakukan selama puluhan tahun dan terbilang aman. Terlebih perusahaan farmasi meracik obat berdasar acuan resmi Farmakope Indonesia.
“Yang tidak kita antisipasi, kondisi ini [kemungkinan] bukan faktor tunggal. Polietilen glikol, gliserin itu sudah puluhan tahun dipakai dan aman-aman saja. Apa terjadi penurunan kualitas atau ada apa (perlu ditelusuri). BPOM bisa minta info ke produsen dari mana asal bahan baku obat,” katanya.
Melihat kondisi kasus gagal ginjal akut belakangan, para ahli mengusulkan status kejadian luar biasa (KLB). Netty mengatakan pihaknya sudah mengusulkan mempertimbangkan status KLB sekaligus pembentukan tim independen pencari fakta
Tim independen ini dibentuk untuk menelusuri lebih jauh penyebab gagal ginjal akut, kemudian upaya untuk surveilans ke daerah.
“Kalau bicara tentang apa yang bisa dilakukan DPR RI di tingkat komisi, kami mungkin usulkan panja. Kalau sudah melibatkan lintas komisi, tentu saja ditingkatkan,” katanya.
“Setidaknya kami sudah mendorong bahwa kita harus memanggil Kemenkes dan BPOM. Kami tahu Kemenkes bekerja, BPOM bekerja tapi ini harus tertampung dalam satu tim. Ada IAI, IDAI, ini menurut saya harus terlibat di dalamnya. temuan tim investigasi akan jadi rekomendasi kapan KLB dan sebagainya,” pungkasnya.
Jurnalis Hukum : Nurlela/Sumber : CNN Indonesia
Penanggungjawab : Heriyanto S.H.,C.L.A