https://dashboard.mgid.com/user/activate/id/685224/code/68609134aa79c3b5cb0177965d610587
Nah..!!! Ratusan Perangkat Desa Batang Hari Akan Adakan Aksi Solidaritas Tuntut Hak Gaji Luar Biasa..!!!Kejagung RI Sita Uang Ratusan Miliar dalam Perkara PT Duta Palma Korporasi LP Kelas IIB Muara Bulian Sediakan Sarana Asimilasi dan Edukasi untuk Tingkatkan Kualitas Pembinaan Warga Binaan Wakapolri Nyatakan, Jurnalis Tidak Bisa Di Jerat UUD ITE Banyak Kabel Udara Tidak Miliki Izin Dan Tidak Melapor ke APJII Jambi,
LBH-LKM Bersipat Sosial dan Kemanusian Dalam Memberikan Bantuan Hukum Kepada Masyarakat di Indonesia. Boleh Konsultasi Hukum Gratis Disini dan KLIK Logo di Bawah Ini Ya..!!!

Home / Politik

Sabtu, 5 Oktober 2024 - 20:42 WIB

Bayu Anugerah : Menantang Status Quo dalam Politik Generasi Muda

JURNALISHUKUM.COM, JAMBI – Di tengah hiruk-pikuk Pilkada serentak, generasi muda berada di persimpangan sejarah—antara menjadi agen perubahan yang membentuk masa depan atau sekadar menjadi alat politik yang diperalat oleh kepentingan sesaat.

Momen ini seharusnya menjadi panggung bagi mereka untuk mengekspresikan suara dan gagasan, bukan hanya menjadi penonton dalam skenario yang ditentukan oleh elit politik.

Sayangnya, keterlibatan generasi muda dalam politik sering kali terperangkap dalam narasi dangkal, di mana mereka lebih berfungsi sebagai alat kampanye ketimbang sebagai pemikir kritis.

Sebagai generasi penerus bangsa, seharusnya mereka mampu menghadirkan nilai-nilai konstruktif dalam konstelasi politik, tetapi kenyataannya mereka lebih sering terjebak dalam dinamika negatif yang tidak memberikan arah yang jelas.

Di banyak negara, kita menyaksikan generasi muda mengukir peran penting dalam politik. Di Swedia, pemuda berpartisipasi aktif dalam diskusi kebijakan melalui organisasi seperti Youth Council.

Di Prancis, gerakan “gilets jaunes” membangkitkan semangat anak muda untuk memperjuangkan keadilan sosial. Namun, di Indonesia, meski pemilih muda mencapai 31,23 persen, partisipasi mereka sering kali terjebak dalam statistik kosong.

Suara generasi muda seharusnya menjadi kekuatan kolektif yang memicu perubahan, tetapi kenyataannya sering dimanfaatkan untuk kepentingan politik yang bersifat temporer.

Meskipun Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan seharusnya mendorong partisipasi aktif, banyak anak muda terjebak sebagai relawan yang fokus pada kampanye adu domba, bukan pada pengembangan visi yang konstruktif.

Budaya politik saat ini cenderung mengeksploitasi idealisme generasi muda untuk meraih suara, tanpa memberikan ruang bagi mereka untuk berinovasi dan berkontribusi secara substansif.

Salah satu tantangan paling mendesak adalah maraknya serangan di media sosial yang tidak konstruktif. Alih-alih menjadi alat untuk mobilisasi dan diskusi produktif, media sosial sering kali berubah menjadi arena untuk serangan pribadi dan fitnah.

BACA JUGA  Masyarakat Distrik Aroba Yakin Akan Menangkan YO JOIN

Hal ini menciptakan suasana toksik yang merusak kualitas diskursus politik, menjebak anak muda dalam perang kata-kata yang tidak produktif dan menyimpang dari isu-isu substansial.

Kondisi ini menunjukkan adanya masalah mendasar dalam budaya politik kita. Generasi muda, yang seharusnya menjadi agen perubahan, sering kali dipandang sebagai alat peraga oleh elit politik untuk meraih suara dengan cara yang tidak etis.

Untuk mewujudkan perubahan yang fundamental, generasi muda harus menolak kampanye yang tidak berbasis pada visi yang jelas dan gagasan yang membangun.

Jika terjebak dalam praktik kotor seperti memfitnah dan menyebarkan hoaks, karakter mereka yang seharusnya kritis dan konstruktif akan hilang.

Lebih jauh lagi, ketidakfokusan anak muda pada isu-isu substantif membuat mereka terjerumus dalam serangan pribadi yang tidak perlu. Fenomena siber bullying terhadap calon kepala daerah mencerminkan bagaimana generasi muda belum sepenuhnya berorientasi pada solusi untuk tantangan yang lebih mendesak.

Mereka seharusnya berfungsi sebagai inovator yang menawarkan solusi konkret, bukan terjebak dalam polemik yang tidak produktif.

Saatnya generasi muda bertransformasi dari sekadar tim sukses menjadi agen perubahan yang menciptakan narasi positif. Mereka harus menempatkan integritas dan visi ke depan di atas segalanya, serta mengambil sikap tegas terhadap praktik politik yang tidak sehat. Generasi muda perlu berani menantang status quo dan memperjuangkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan.

Kini adalah saat yang tepat untuk generasi muda tidak hanya berpartisipasi dalam politik sebagai alat peraga, tetapi juga mendefinisikan ulang keterlibatan mereka dengan pendekatan yang lebih konstruktif.

Jika mereka ingin menjadi pemimpin masa depan, saatnya bertindak sebagai pemikir kritis dan inisiator perubahan. Hanya dengan langkah ini, generasi muda dapat menjadi kekuatan yang mengubah wajah politik Indonesia menuju arah yang lebih baik.

BACA JUGA  Musa Naa Ajak Masyarakat Teluk Bintuni Pilih Nomor 01 dan Menangkan YOJOIN

Penulis : Bayu Anugerah

Share :

Baca Juga

Politik

Politik Indonesia : Dari Logika Mistika ke Logika Logistika

Politik

Paslon Damai Mendaftar Ke KPU Teluk Bintuni, Resmi Diterima!

Politik

Data Sah Dari KPUD Teluk Bintuni Pada Pendaftaran Dari Tiga Paslon

Politik

Minarti, Fraksi PPP Batanghari Ajak Pemdes Pelayangan Muaratembesi Tingkat Pembangunan Melalui Musrembangdes

Politik

Dukungan Makin Menguat! 120 Posko YO JOIN di Dapil 1 Siap Menangkan Yohanis Manibuy dan Joko Lingara di Pilkada Teluk Bintuni 2024

Politik

Hasbi Anshory : Sosialisasi Empat Pilar di Gagas kan Oleh MPR RI

Politik

KPU Kabupaten Teluk Bintuni Terima Masukan dan Tanggapan Masyarakat Terhadap Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati

Politik

Yohanis Manibuy dan Joko Lingara Usung Visi “SERASI” untuk Teluk Bintuni 2024-2029
error: Content is protected !!