JURNALISHUKUM.COM, PAPUABARAT – Eduard Orocomna, anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) dari Pokja Adat Perwakilan Kabupaten Teluk Bintuni, mengkritisi kondisi pemerintahan di Distrik Moskona Barat.
Dalam rekaman suara yang diterima wartawan pada Rabu malam (13/11/2024), ia menyampaikan kekecewaannya terhadap kepala kampung atau Plt kepala kampung di distrik tersebut.
Krisis Kepemimpinan di Moskona Barat: Masyarakat Kecewa, Dana Desa Terbengkalai, Janji Politik Dipertanyakan!
“Saya sangat kesal terkait kepala kampung atau Plt kepala kampung pemekaran yang ada di Distrik Moskona Barat,” ujarnya.
Eduard menyebut bahwa Plt kepala kampung dari tahun 2009 hingga 2021 lebih baik dibanding yang menjabat saat ini.
“Kepala kampung yang dulu masih memperhatikan masyarakat, aktif di kampung, dan menyelesaikan masalah,” lanjutnya.
Namun, Eduard mengkritik Plt yang dilantik oleh Bupati, Wakil Bupati, dan Plt Sekda Teluk Bintuni pada tahun 2022. Ia menilai mereka kurang aktif di 10 kampung pemekaran di Moskona Barat.
“Mereka hanya datang ke kampung saat dana desa cair, berkumpul untuk membahas rencana kerja, lalu kembali ke Bintuni setelah Musyawarah Kampung (Muskap) atau kegiatan selesai,” ujarnya kesal.
Eduard juga menyoroti kurangnya keterlibatan Plt kepala kampung dalam menangani masalah di kampung.
Sebagai putra asli Moskona Barat dari Kampung Pemekaran Inokra, Eduard mengungkapkan kekecewaannya, terutama dalam pengelolaan anggaran desa di Inokra.
“Misalnya, dari anggaran Rp300 juta yang diberikan Bupati, hanya Rp150 juta yang sampai ke kepala kampung, sementara Rp50 juta digunakan untuk administrasi, menyisakan Rp100 juta bagi masyarakat,” jelasnya.
Akibatnya, pembangunan terbengkalai karena anggaran tidak mencukupi, dan banyak bangunan dibiarkan tidak terurus.
Eduard, yang menyatakan dirinya mewakili masyarakat Moskona Barat dan 24 distrik lain di Kabupaten Teluk Bintuni, mempertanyakan kebijakan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Teluk Bintuni.
“Plt kepala kampung yang dilantik pada 2022 seharusnya diganti maksimal dua tahun atau minimal satu setengah tahun. Namun, mengapa hingga tahun 2024 mereka belum diganti?” ujarnya.
Menurut Eduard, hal ini menjadi perhatian masyarakat Teluk Bintuni, terlebih dengan anggaran Pemda yang mencapai tiga triliun rupiah.
Eduard juga mengimbau calon bupati dan wakil bupati untuk tidak menjadikan isu pemekaran kampung sebagai bahan janji politik.
“Jangan jadikan kampung pemekaran untuk tujuan politik. Berhenti membuat janji-janji politik soal pemekaran dan pengangkatan definitif kampung,” tegasnya. (Amiruddin)