JURNALISHUKUM.COM, ACEH – Keberadaan awak media sebagai bagian dari pilar demokrasi memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi yang akurat dan sesuai fakta.
Namun, di lapangan, sering kali ditemukan dugaan bahwa sejumlah wartawan tidak memahami aturan yang telah diatur dalam Undang-Undang Pers maupun prinsip jurnalistik seperti 5W1H.
Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, termasuk pihak pemerintah daerah dan institusi hukum seperti Kepolisian dan TNI.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa sejumlah wartawan diduga memberitakan informasi yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Dalam banyak kasus, berita yang dipublikasikan hanya bersumber dari rilis berita tanpa verifikasi langsung di lapangan.
Akibatnya, pemberitaan tersebut sering kali tidak akurat dan dapat merugikan berbagai pihak.
“Seharusnya wartawan bekerja sesuai dengan surat tugas yang diberikan oleh pimpinan redaksi masing-masing wilayah. Jika pemberitaan hanya berupa opini tanpa didukung bukti yang jelas, ini bisa menjadi masalah besar, baik bagi pihak yang diberitakan maupun kredibilitas pers itu sendiri,” ujar seorang sumber dari lembaga hukum setempat.
Menurut aturan yang berlaku, setiap wartawan diharapkan bertugas berdasarkan surat tugas resmi yang telah dikeluarkan oleh pimpinan media, baik media cetak, online, maupun televisi.
Namun, adanya oknum wartawan yang tidak menjalankan tugas sesuai prosedur menciptakan citra buruk bagi dunia jurnalistik.
Beberapa dari mereka bahkan dianggap bertindak seperti aparat penegak hukum, padahal tugas wartawan adalah mengumpulkan informasi berdasarkan fakta, bukan untuk mencari kesalahan pihak tertentu.
Pemerintah daerah di beberapa wilayah juga mengeluhkan bahwa pemberitaan yang tidak sesuai fakta kerap memunculkan keresahan. Tidak jarang berita tersebut dilaporkan memuat opini pribadi wartawan yang cenderung merugikan pihak-pihak tertentu.
Hal ini dinilai mencoreng citra pers yang seharusnya menjadi penyalur informasi yang objektif.
“Jurnalis yang bertanggung jawab akan selalu mematuhi kode etik jurnalistik dan menjalankan prinsip-prinsip 5W1H. Jika ada dugaan pelanggaran di lapangan, seharusnya wartawan langsung melaporkannya kepada pihak berwenang, seperti kantor Polres terdekat, untuk ditindaklanjuti secara hukum, bukan mempublikasikan berita tanpa bukti yang valid,” tambah sumber tersebut.
Kritik juga disampaikan kepada pimpinan redaksi media di seluruh Indonesia. Mereka diminta lebih selektif dalam mengawasi pemberitaan yang dihasilkan oleh wartawan di lapangan.
Jika ditemukan berita yang tidak sesuai dengan fakta atau tidak didasarkan pada surat tugas resmi, pimpinan redaksi harus mengambil tindakan tegas. Pengawasan internal yang ketat diharapkan dapat mencegah pemberitaan yang merugikan masyarakat dan pihak lain.
Persoalan ini menjadi sorotan khusus di wilayah-wilayah yang rawan isu, seperti tambang ilegal. Banyak pihak menilai bahwa wartawan seharusnya lebih jeli dalam meliput berita terkait dugaan pelanggaran hukum.
Alih-alih menyajikan informasi yang berdasarkan fakta, beberapa wartawan justru dianggap lebih fokus mencari keuntungan pribadi melalui pemberitaan yang tidak jelas sumbernya.
Ke depannya, pers diharapkan dapat menjaga kredibilitas dan profesionalitasnya sebagai salah satu elemen penting dalam demokrasi.
Wartawan harus mematuhi aturan yang berlaku dan bekerja sesuai dengan fungsi utamanya, yakni menyampaikan informasi yang akurat, berimbang, dan bertanggung jawab.
Jika ada temuan atau pelanggaran hukum di lapangan, wartawan seharusnya berkoordinasi dengan aparat hukum, seperti kepolisian, untuk memastikan tindak lanjut yang sesuai aturan.
Dengan profesionalisme yang terjaga, pers akan tetap menjadi mitra strategis bagi masyarakat, pemerintah, dan penegak hukum dalam menciptakan keterbukaan informasi yang berkualitas. (Zahari)