JURNALISHUKUM.COM, JAKARTA – KETUA Harian Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi R Dwiyanto Prihartono, menegaskan pihaknya mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang tetap menyatakan bahwa magang calon advokat harus di kantor hukum.
Peradi, sambung dia, mendukung penuh putusan MK Nomor 62/PUU-XXIII/2025 yang diucapkan pada Kamis, (26/6).
“Makamah Konstitusi telah memberikan putusan yang baik dan tepat,” kata Dwiyanto usai meninjau pelaksanaan ujian profesi advokat (UPA) di Universitas Tarumanagara (Untar), Jakarta, Sabtu, (28/6).
“Sepenuhnya kami mendukung keputusan Makamah Konstitusi yang telah menolak (permohonan) itu,” ujarnya.
Karena dengan cara itulah, menurut Dwi, kontrol untuk menjaga kualitas calon advokat jauh akan lebih mudah dan lebih baik ketimbang magang bisa di luar kantor advokat, seperti di bidang hukum suatu perusahaan.
Misalnya, lanjut dia, jika seseorang yang telah bekerja di sebuah perusahaan selama 2 tahun sebagai legal, kemudian hal itu dianggap sebagai magang tentu akan menyulitkan kontrol Peradi.
“Kita tidak bisa tahu persis proses magangnya seperti apa yang telah mereka terima selama magang di tempat itu,” ujarnya.
Ia menjelaskan, magang suatu tahapan penting dan tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Disebutkan di sana minimal 2 tahun berturut-turut. Kenapa itu sampai masuk ke dalam undang-undang, artinya level kepentingannya sangat tinggi,” tandasnya.
Calon advokat harus magang karena akan mewakili masyarakat pencari keadilan serta jangan sampai melakukan malapraktik berupa kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan profesinya.
“Kita tidak bisa tahu persis proses magangnya seperti apa yang telah mereka terima selama magang di tempat itu,” ujarnya.
Ia menjelaskan, magang suatu tahapan penting dan tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Disebutkan di sana minimal 2 tahun berturut-turut. Kenapa itu sampai masuk ke dalam undang-undang, artinya level kepentingannya sangat tinggi,” tandasnya.
Calon advokat harus magang karena akan mewakili masyarakat pencari keadilan serta jangan sampai melakukan malapraktik berupa kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan profesinya.
“Kita tidak bisa tahu persis proses magangnya seperti apa yang telah mereka terima selama magang di tempat itu,” ujarnya.
Ia menjelaskan, magang suatu tahapan penting dan tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Disebutkan di sana minimal 2 tahun berturut-turut. Kenapa itu sampai masuk ke dalam undang-undang, artinya level kepentingannya sangat tinggi,” tandasnya.
Calon advokat harus magang karena akan mewakili masyarakat pencari keadilan serta jangan sampai melakukan malapraktik berupa kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan profesinya.
Peradi menetapkan bahwa setiap calon advokat harus magang di kantor advokat yang terdaftar di database Peradi dan sudah mempunyai pengalaman berpraktik minimal 8 tahun.
“Sehingga ketika ada yang magang, mereka (advokat pembimbing) tidak keliru pada saat melakukan aktivitas yang bersifat praktik,” terang dia.
Sebelumnya, MK tetap menyatakan bahwa magang calon advokat harus dilakukan di kantor hukum yang telah memenuhi ketentuan atau persyaratan. Putusan itu dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arsul Sani.
Putusan MK tersebut berdasarkan permohonan atas pengujian frasa ‘kantor advokat’ dalam UU Advokat yang yang dinilai melanggar HAM yang dijamin Pasal 28C Ayat (2) dan 28l Ayat (2) UUD 1945 serta Pasal 15 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. (P-2).
Senada dikatakan, seorang penulis Jurnalishukum.com yang juga salah seorang Advokat, bahwa untuk setiap tahun yang disumpah oleh Pengadilan Tinggi dalam keanggotaan Peradi baru mencapai lebih kurang seratus orang.
Namun, setelah disumpah para anggota Peradi baru ini tidak mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan dilapangan terhadap proses pendampingan parq pencari keadilan.
Berdasarkan pengalaman penulis dilapangan dan di dalam dunia wartawan, untuk mencoba membantu para pencari keadilan itu tidak sulit, selagi kita banyak pergaulan dilapangan. Akan tetapi untuk langkah keberanian di hadapan Aparat Penegak Hukum (APH), seperti Polisi, Jaksa dan Hakim di Pengadilan tidak lah muda jika kita tidak tahu prosedur kerja Advokat itu seperti apa.
Sementara itu, untuk pengalaman Advokat saat mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokad (PKPA) selama beberapa bulan, tidak mengajari bagaimana praktek Advokat dilapangan. Kemudian, bagaimana cara kita membuat legal sendiri atau magang sesuai aturan yang sudah di putuskan MK.
Disamping itu, buat para rekan Advokat dalam perkumpulan Peradi tetap semangat dan percaya diri dan kemudian ambil ilmu dari senior kita dilapangan, juga termasuk ikuti proses magang sebelum kita bisa membuka kantor hukum sendiri.
Editor : Heriyanto S.H.,C.L.A/Sumber : Media Indonesia