JURNALISHUKUM.COM, BATANGHARI – Pian, seorang warga Kabupaten Batanghari, Jambi, mempertanyakan berapa pajak penjualan tanah ruang tata hijau (RTH) di Kelurahan Kembang Paseban Kecamatan Mersam, yang baru-baru ini di beli oleh pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batanghari melalui Dinas Perumahan dan Pemukiman (Pekim) Batanghari.
“Pembelian tanah ini sungguh luar biasa dan tidak melihat objek sekitar, dimana objek sekitar terdapat rumah-rumah warga, yang notaben kehidupannya menengah kebawah. Kabarnya banyak warga di Batanghari ini yang enggan bayar pajak, karena tidak sesuai dengan kehendak masyarakat terhadap nilai objek pajak,” kata Pian.
Dia juga mengatakan, terkait dengan pembelian tanah untuk RTH di Mersam tersebut sepertinya tidak dikaji terlebih dahulu. Apakah manfaat dari lokasi yang tidak jauh dari sungai Batanghari dan apakah layak untuk di jadikan RTH.
“Biasa tebing sungai Batanghari ini abrasi dan sistem ketahanan tebingnya mengkhawatirkan, sebab setiap tahun tebing arus sungai ini runtuh di akibatkan para penambang emas di sungai Batanghari,” ujarnya.
Perlu diketahui, bahwa pembelian tanah RTH oleh Pemkab Batanghari di Mersam ini, sepertinya ada membawa nama Bupati Batanghari. Dimana berdasarkan keterangan dari H, Nasir, warga Kecamatan Mersam menceritakan, pada awalnya tanah ini akan di beli, dirinya sempat bertemu Bupati Batanghari.
“Bupati memerintah kan saya untuk mencari tanah buat RTH dan sempat beberapa objek yang di tawarkan, akan tetapi tidak sesuai dengan harga. Alhasil, saya dan saudara Mukhsin menawarkan tanah keluarga Almarhum Ali Ridho, mantan Sekda Batanghari dan singkat cerita Mukhsin membayar uang sebesar Rp100 juta tanda jadi, dari nilai jual lebih kurang sebesar Rp560 juta dengan luas lahan lebih kurang seluas 1 Hektar.
Dia juga menjelaskan, untuk kepengurusan surat menyurat dari pembelian Mukhsin kepada keluarga Almarhum Ali Ridho, kemudian di jual kembali ke pihak Pemkab Batanghari sebesar Rp1.1 miliar lebih itu, dirinya tidak mengetahui.
“Terhadap keuntungan penjualan Mukhsin kepada Pihak Pemkab, saya hanya mendapat uang dari penjualan tersebut sebesar Rp15 juta. Itu diberikan oleh saudara Mukhsin Via Rekening,” ujarnya.
Sulaiman, warga yang tidak jauh dari lokasi tanah RTH mengungkapkan belum lama ini, bahwa untuk keuntungan penjualan tanah itu sungguh besar dan diduga banyak permainan terhadap pembelian tanah yang di beli oleh pihak Pemkab Batanghari.
“Tidak sampai sebulan, penjual dapat keuntungan separuh harga. Padahal saya juga sudah koordinasi dengan Kepala Bidang Pertanahan Perkim, Dia mengatakan bahwa dalam pembelian tanah itu melibatkan KJPP Jambi,” ungkapnya.
Belum lama ini, A Somad, Kepala Dinas Perkim Batanghari mengatakan, bahwa pihak Pemkab Batanghari sudah melakukan transaksi terhadap pembelian tanah tersebut dan melibatkan pihak KJPP Jambi.
“Kalau menurut saya kelayakan dari RTH itu sudah sesuai meskipun di pinggir sungai Batanghari,” jawabnya.
Menurut dia, untuk persoalan keuntungan yang di dapat oleh penjual (Mukhsin) dirinya kurang memahami. Begitu juga dengan melibatkan nama Bupati Batanghari dalam jual beli tanah itu.
Dilansir dari Cimbniaga.co.id, bahwa untuk pajak penjualan tanah merupakan konsekuensi dari kegiatan ekonomi transaksi jual beli tanah. Transaksi jual beli tanah ini juga melibatkan biaya-biaya lain yang muncul dan harus dipenuhi oleh pihak penjual maupun pembeli sesuai peraturan yang berlaku.
Pajak penjualan tanah secara ringkas merupakan pungutan yang harus dibayarkan penjual atau pembeli atas tanah yang menjadi objek jual beli.
Secara umum, ada dua pajak penjualan tanah yang akan muncul dari sebuah transaksi jual beli tanah, yakni PPh (Pajak Penghasilan) untuk penjual dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk pembeli.
Dasar hukum pajak penjualan tanah yang dikenakan kepada penjual, yakni PPh. Adapun berdasarkan aturan ini, besarnya PPh yang dikenakan adalah sebesar 2,5% dari total (bruto) nilai pengalihan hak atas tanah yang ditransaksikan.
Yang perlu diperhatikan, PPh harus dibayarkan oleh pihak penjual sebelum memperoleh AJB (Akta Jual Beli). Bila transaksi dipaksakan berjalan tanpa pembayaran PPh yang menimbulkan tidak adanya AJB, maka akan menimbulkan sengketa atas tanah di masa mendatang sekalipun ada kwitansi jual beli tanah tersebut.
Sebelum mendapatkan akta jual beli, penjual terlebih dahulu harus membayarkan pajak penjualan tanah berupa PPh. Tanpa ada pembayaran PPh, maka penjual dianggap melanggar aturan sehingga Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat menolak membuat akta jual beli.
Dengan demikian, bagi penjual yang belum melunasi pajak penjualan tanah PPh maka transaksi tak bisa dilakukan. Pasalnya, PPAT pun tidak akan mau membuatkan akta jual beli tanah yang dilakukan. Pajak penjualan tanah PPH merupakan bagian dari pajak jual beli tanah yang menjadi kewajiban pihak penjual.
Dasar Hukum BPHTB
Selanjutnya untuk pajak penjualan tanah BPHTB bagi pembeli, juga memiliki dasar hukum tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB adalah pungutan atas perolehan hak tanah dan bangunan.
Perolehan hak atas tanah ini bisa juga disebut sebagai perbuatan atau peristiwa hukum yang akhirnya diperoleh hak atas bangunan oleh orang pribadi maupun badan.
Awalnya, BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat. Namun kini BPHTB sudah dialihkan menjadi salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.
Selain dasar hukum, Anda juga perlu memahami dasar pengenaan pajak penjualan tanah BPHTP. Dasar pengenaan pajak penjualan tanah BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dengan besaran tarif 5% dari nilai perolehan objek pajak dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya pajak yang harus dibayar bergantung pada kedua hal tersebut.
NJOP dapat diartikan sebagai harga transaksi yang disepakati penjual dan pembeli. Apabila Anda mendapatkan tanah dari warisan, hibah, atau tukar menukar, maka yang menjadi patokan nilai adalah harga pasaran secara umum. Oleh karena itu, NJOP antar wilayah bisa berbeda.
Anda bisa memilih salah satu dari NPOP dan NJOP sebagai harga tanah karena pada dasarnya NPOP dan NJOP merupakan harga yang telah disepakati penjual maupun pembeli. Namun, tidak hanya dua hal itu yang bisa memengaruhi besaran pajak penjualan tanah.
Ada pula Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Jika antara penjual dan pembeli sudah menyepakati harga jual tanah, maka akan dikurangkan terlebih dahulu dengan NPOPTKP, sebelum dikalikan 5% untuk mendapatkan nilai pajak yang harus dibayar.
Cara Menghitung Pajak Penjualan Tanah PPh
Menghitung besarnya pajak penjualan tanah berupa PPh tidaklah sulit. Misalnya dalam sebuah transaksi jual beli tanah, kedua belah pihak telah sepakat untuk melakukan transaksi tanah senilai Rp400.000.000, maka berdasarkan peraturan yang ditetapkan, besarnya PPh adalah:
= 2.5% x Rp400.000.000
= Rp10.000.000,00.
Cara Menghitung Pajak Penjualan Tanah BPHTB
Begitupun dengan perhitungan pajak penjualan tanah berupa BPHTB yang tidak terlalu sulit. Misalnya, ada sebidang tanah yang sedang ditransaksikan memiliki NPOP sebesar Rp150.000.000 NPOPTKP sebesar Rp80.000.000. Dengan demikian, maka pajak penjualan tanah BPHTB menjadi seperti berikut ini:
NJOP Kena Pajak = NPOP – NPOPTKP
= Rp150.000.000,00 – Rp80.000.000,00
= Rp70.000.000,00
BPHTB Terutang
= 5% x Rp70.000.000,00
= Rp3.500.000,00
Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Transaksi Jual Beli Tanah
Di samping urusan pajak penjualan tanah saat melakukan transaksi jual beli tanah termasuk juga biaya-biaya lain yang muncul, ada beberapa hal penting lain yang harus dilakukan baik oleh pembeli maupun penjual.
Hal pertama yang perlu diperhatikan saat transaksi pajak penjualan tanah adalah melakukan pengecekan keaslian dan keabsahan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan.
PPh harus sudah dilunasi oleh pihak penjual sebelum melakukan pengurusan AJB dan menerima uang penjualan tanah.
Libatkan saksi ketika dilakukan pembacaan dan penandatanganan AJB guna menghindari sengketa maupun wanprestasi. PPAT tidak menerbitkan AJB sebelum PPh diselesaikan oleh penjual.
PPAT tidak menandatangani AJB sebelum pembeli melunasi transaksi jual beli tanah. Transaksi jual beli tanah merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang menimbulkan berbagai kewajiban berupa pajak maupun biaya lain pada pihak penjual dan pembeli.
Pajak jual beli tanah dan yang dimaksud adalah PPh dan menjadi kewajiban pihak penjual dan BPHTB serta PPN (tergantung kondisi). Di samping pengeluaran pokok tersebut, ada pula beberapa kemungkinan biaya tambahan lain seperti biaya pengecekan sertifikat, jasa notaris, dan sebagainya.
Jurnalis Hukum : Heriyanto S.H.,C.L.A