JURNALISHUKUM.COM, TANGERANG – Pernyataan kontroversial Menteri Desa mengenai LSM dan wartawan Bodrex yang disebut-sebut mengganggu kepala desa menuai kritik tajam. Dalam acara yang digelar pada Sabtu (01/02/2024).
Menteri Desa menyarankan agar pihak kepolisian menangkap LSM dan wartawan Bodrex, sebuah pernyataan yang langsung mendapat reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Taslim Wirawan, Ketua Umum LSM Seroja Indonesia.
Taslim menanggapi keras pernyataan sang menteri, menilai bahwa ucapan tersebut sangat tidak bijaksana.
“Apa lagi yang menyampaikan ini adalah seorang menteri yang seharusnya memberikan contoh tentang bagaimana berbicara dan bersikap dengan baik. Pernyataan ini justru menunjukkan kebijakan yang tidak mendukung komunikasi yang konstruktif,” ujar Taslim dengan tegas.
Ia menambahkan, bahwa tidak semua LSM dan wartawan Bodrex berperilaku seperti yang dicontohkan dalam pernyataan Menteri Desa.
“Kalau ada oknum yang melakukan tindakan tidak baik, sebut saja oknum, jangan membuat kesan bahwa semua LSM dan wartawan itu buruk. Hal ini hanya akan menambah kegaduhan di masyarakat,” lanjutnya.
Taslim juga mengingatkan pentingnya keberadaan LSM dan wartawan dalam masyarakat sebagai kontrol sosial yang mendorong transparansi dan akuntabilitas.
Tanpa kehadiran mereka, ia khawatir bahwa akan ada celah bagi kepala desa atau pejabat lainnya untuk bebas berbuat tanpa ada yang mengawasi.
Berkaca pada pernyataan Menteri Desa tersebut, Taslim merasa bahwa ini menunjukkan ketidaktahuan tentang peran penting kontrol sosial dalam pembangunan bangsa.
Bahkan, ia menyinggung penggunaan kop kementerian yang diduga digunakan untuk memobilisasi kepala desa dalam rangka mendukung calon Bupati tertentu. “Apakah Menteri Desa alergi dengan kontrol sosial?” tanyanya, mempertanyakan motif di balik ucapan sang menteri.
Pernyataan ini tidak hanya mencerminkan ketegangan antara pemerintah dan lembaga kontrol sosial, tetapi juga mengundang pertanyaan besar mengenai kebijakan yang mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.
Tak pelak, hal ini memicu kontroversi yang berpotensi membelah opini publik.
Artikel ini mengangkat persoalan krusial antara kebebasan pers, kontrol sosial, dan kebijakan pemerintahan yang seringkali menjadi sorotan tajam bagi masyarakat. Diharapkan, semua pihak dapat mengambil pelajaran penting agar komunikasi yang lebih bijaksana dapat terjalin demi kebaikan bersama. (Sarman)