JURNALISHUKUM.COM, JAMBI – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Provinsi Jambi menentang keras aksi premanisme debt collector yang kerap merampas sepeda motor konsumen di jalan.
Bahkan, saat ini YLKI Provinsi Jambi telah melayangkan surat ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, perihal permohonan audiensi terkait aksi debt collector yang tak sungkan -sungkan melakukan kekerasan terhadap konsumen.
Jelas Ibnu, surat permohonan audiensi tersebut telah dikirim ke Mabes Polri tanggal 17 Juli 2023.
“Kami telah mengirimkan surat ke Mabes Polri, mohon audiensi dengan Kapolri dimana maraknya dept collector bak premanisme ” ucap Ibnu saat dikonfirmasi jurnalishukum.com via telpon genggamnya, Kamis (20/07/2023) sekitar pukul 20.00 WIB..
Dalam isi surat tersebut, YLKI menuliskan eksekusi jaminan fidusia masih marak dilakukan oleh para debt collector yang notabene adalah para premanisme.
Ia menjelaskan, permohonan audiensi dengan Kapolri tersebut, merujuk pada:
1. Undang-undang nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
2. Undang-undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.
3. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 tentang eksekusi jaminan fidusia harus melalui pengadilan.
4. Perkap nomor 8 Tahun 2011 tentang jaminan fidusia.
5. Surat Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia Nomor : B 1753/Kemensetneg/D-2/SR.03/04/2016 tentang pemberantasan premanisme debt colletor.
Ibnu mengatakan, aksi-aksi premanisme debt collector sudah sangat meresahkan masyarakat. Maraknya aksi premanisme debt collector ini tidak terlepas dari adanya indikasi pembiaran oleh aparat penegak hukum, khususnya di Polda Jambi dan Polres jajaran.
“Sering kali laporan masyarakat ke aparat terkait aksi premanisme justru ditolak, sehingga para debt collector bebas melakukan pelanggaran hukum,” ungkap Ibnu.
Ia menegaskan, proses eksekusi adalah pelaksanaan putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Alangkah naifnya negara Indonesia yang berpanglimakan hukum akan tetapi pelaksanaan putusan dieksekusi oleh para premanisme,” paparnya.
Lebih lanjut ujar Ibnu. Tahun 2016 kami pernah menyurati Kapolda Jambi untuk membahas dept collector, namun tidak direspon pihak Polda sehingga kami melayangkan surat ke Presiden dan langsung ditanggapi oleh Mensesneg kemudian ada telegram dari Kapolri untuk Kapolda Jambi, kami dengar ada rapat pembahasan internal tim polda terkait pembahasan premanisme yang berkedok debt collector dan untuk saat ini 17 Juli 2023, kami mengirimkan surat mohon audensi dengan Kapolri.
“Waktu itu ada penindakan pihak Polda Jambi, dept collector agak kendor. Namun saat ini debt collector kembali marak dengan melakukan cara premanisme, terkesan ada pembiaran oleh pihak Polda Jambi,” tutup Ibnu. (M. Hatta)