JURNALISHUKUM.COM, BATANGHARI – Maraknya kasus pencurian Buah Kelapa Sawit di wilayah Kecamatan Mersam tepatnya di Desa Benteng Rendah (Gatra) dan sekitarnya membuat banyak Petani PKS (Perkebunan Kelapa Sawit) menjadi resah.
Hal itu tak dapat dipungkiri akibat dari tingginya tingkat pengangguran yang terjadi dalam wilayah Kecamatan Mersam.
Menindaki hal tersebut, Abdurrahman Sayuti salah satu pengecara muda yang merupakan putra Daerah mersam adakan sosialisasi hukum dan dengar aspirasi Petani tentang permesalahan hukum pada kasus Tipiring (Tindak pidana ringan) Pencurian.
Pada kesempatan itu, salah satu perwakilan petani menerangkan bahwa sudah sangat sering terjadi problem pencurian buah kelapa Sawit yang dialami. Namun hal tersebut belum mendapatkan pandangan terkait proses penyelesaiannya.
“Sudah banyak sekali buah sawit kami hilang sebelum waktu kami panen, tapi saat kami berhasil menangkapkan pelaku pencurian malah saat ditangkap dan dibawa ke pihak penegak hukum selalu dikatakan kasus tipiring,” ucap salah satu perwakilan petani yang tidak ingin disebut namanya.
“Nah, jadi pengen kami bagaimana bagusnya bang untuk menyingkapi persoalan ini, jangan malah setiap ketangkap saat dihitungkan jumlah rupiah nya selalu dikatakan tipiring atau dibawa jumlah RP 2.500,000 (Dua juta Lima Ratus),” Lanjutnya.
Dikesempatan itu, Abdurrahman Sayuti menjelaskan kasus Tipiring adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 7.500 (dengan penyesuaian) dan penghinaan ringan, kecuali pelanggaran lalu lintas.
“Jadi perlu bapak ketahui, perbedaan antara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dengan Pelanggaran adalah Tipiring sebagai Kejahatan diatur dalam Buku II KUHP dan Pelanggaran diatur dalam Buku III KUHP. Namun permesalahan Tipiring pencurian itu sebenarnya hanya dipakai oleh Hakim dalam persidangan pencurian sesuai dalam peraturan Mahkama Agung,” tegas Abdurrahaman Sayuti.
Menurut Abdurrahman, dengan adanya penyesuaian denda dalam Peraturan Mahkama Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP, diterbitkanlah Nota Kesepakatan bersama Ketua Mahkama Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 131/KMA/DKB/X/2012, tentang pelaksanaan penerapan penyesuaian Batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda, Acara pemeriksaan cepat, serta penerapan keadilan Restoratif (Restoratif Justice) atau (Nota Kesepakatan 2012).
“Perma adalah Peraturan Mahkama Agung tentang prosedur Mediasi. Akta perdamaian adalah akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa. Jadi, tipiring itu bukanlah hal yang tidak bisa diproses pidana oleh penegak hukum, apalagi kalau yang dicuri itu buah yang di atas batang, kecuali kalau pelaku itu mengambil buah yang jatuh ke bawah (brondolan),” papar Abdurrahman.
“Jadi saran saya, kuncinya yang kita butuhkan saat ini adalah kekompakan atau kerja sama kita semua untuk tegas melakukan keamanan dengan cara minimal kita melaksanakan penjagaan portal dan pemanggilan terhadap pembeli sawit (RAM) untuk dibuat kesepakatan bersama terkait sanksi pembelian buah sawit curian atau buah yang tidak jelas lahan panennya. Nah, kalau pelaku memang ketangkap tangan mencuri buah di pohonnya maka kita bawa langsung ke polsek terdekat dan harus minta proses secara hukum,” pungkas Abdurrahman. (Tim)
Jurnalis Hukum : Heriyanto S.H.,C.L.A