JURNALISHUKUM.COM, JAMBI – Sekitar ratusan warga dari Aur Kenali dan sekitarnya bergerak seperti ombak menuju gedung gubernuran jambi.
Mereka datang bukan untuk merayakan Hari Ulang Tahun Provinsi Jambi, melainkan untuk menyuarakan penolakan yang telah lama terpendam.
Spanduk-spanduk mereka berkibar, bertuliskan keberatan atas rencana pembangunan stockpile batubara oleh PT SAS. Di antara teriakan dan nyanyian, wajah-wajah tersebut tidak hanya menunjukkan kemarahan, tetapi juga kekhawatiran.
Mereka khawatir atas dampak lingkungan yang akan ditimbulkan, takut akan masa depan anak-anak mereka yang akan tumbuh di bawah bayang-bayang stockpile batubara yang mengancam.
“Saya di sini hari ini bukan hanya sebagai warga Aur Kenali, tapi sebagai seorang ayah yang khawatir akan masa depan anak-anak saya. Kami tidak menentang pembangunan, tapi pembangunan stockpile batubara ini? Itu akan merusak lingkungan kita, udara yang kita hirup, sumber air yang kita minum. Kami sudah mendengar janji-janji manis sebelumnya, tapi kali ini kami tidak bisa tinggal diam,” teriak salah satu pendemo.
Para pendemo menyebut mereka di sini bukan untuk sekadar menyampaikan keluhan. Tapi untuk menuntut keadilan!
“Tanah ini, udara ini, air ini adalah warisan bagi anak cucu kami. Kami tidak akan membiarkan kepentingan bisnis merusak masa depan mereka. Kami menuntut pemerintah pusat dan daerah mendengarkan suara kami! Kesehatan kami, keselamatan lingkungan kami bukanlah harga yang bisa dibayar dengan uang. Kami berdiri di sini, bersatu, menolak pembangunan stockpile batubara PT SAS. Kami tidak akan mundur sampai suara kami didengar dan tuntutan kami dipenuhi,” tegasnya.
Ketika Gubernur Jambi dan Ketua DPRD Provinsi Jambi akhirnya muncul, suasana menjadi tegang. Dalam pertemuan yang penuh emosi tersebut, warga secara berani menegaskan penolakan mereka terhadap keberadaan stockpile batubara.
Kata-kata mereka tajam, menyuarakan kekecewaan terhadap sebuah keputusan yang akan merubah lanskap dan kehidupan mereka.
Gubernur Jambi, dengan nada yang mencoba menenangkan, menjelaskan bahwa izin pembangunan stockpile batubara PT SAS telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Ia menyampaikan bahwa lokasi yang akan dibangun stockpile adalah tanah milik PT SAS dan, dengan berat hati, menyatakan bahwa sebagai gubernur, ia tidak memiliki kewenangan untuk membatalkan proyek tersebut.
Peristiwa ini tidak hanya mencerminkan konflik antara pembangunan industri dan pelestarian lingkungan, tetapi juga tentang bagaimana kekuasaan dan keputusan yang dibuat di tingkat pusat dapat begitu mendalam mempengaruhi kehidupan warga lokal.
Di hari yang seharusnya menjadi perayaan, Jambi justru diwarnai oleh pergulatan antara suara rakyat dan roda pemerintahan. (Tim)