JURNALISHUKUM.COM – Jenis Perselisihan Hubungan Industrial Sengketa yang terjadi antara pengusaha dan pekerja dikenal dengan perselisihan hubungan industrial. Terdapat empat jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu:
Pertama, perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Perselisihan hak ini juga bisa didefinisikan sebagai perselisihan mengenai hak normatif yang sudah ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.
Kedua, perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Ketiga, perselisihan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat terkait pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Keempat, perselisihan pemutusan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan karena perbedaan paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan.
Bahkan, terkait dengan mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Terdapat tiga langkah penyelesaian perselisihan hubungan industrial yaitu melalui upaya bipartit, tripartit dan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Pertama, Perundingan Bipartit Perundingan bipartit adalah perundingan antara pengusaha / gabungan pengusaha dan pekerja/serikat pekerja atau antar serikat pekerja dalam satu perusahaan yang berselisih.
Pada prinsipnya memang ketika terjadi perselisihan, upaya yang wajib diupayakan terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Perundingan bipartit harus diselesaikan dalam waktu maksimal 30 hari. Namun jika dalam jangka waktu tersebut salah satu pihak menolak berunding atau tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Apabila perundingan bipartit ternyata mencapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian bersama ini bersifat mengikat dan menjadi hukum sehingga wajib dilaksanakan oleh para pihak.
Setelah itu, perjanjian bersama wajib didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama. Sehingga, jika perjanjian tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Hubungan Industrial tersebut.
Kedua, Perundingan Tripartit Apabila perundingan bipartit gagal, maka perselisihan hubungan industrial dapat dilakukan dengan perundingan tripartit. Apa itu perundingan tripartit?
Perundingan tripartit adalah perundingan antara pekerja dan pengusaha dengan melibatkan pihak ketiga sebagai fasilitator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Perundingan tripartit bisa melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase.
Seperti contoh Mediasi, Mediasi dilakukan untuk kasus perselisihan hak, perselisihan kepentingan, PHK, atau perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan, dengan cara musyawarah yang ditengahi oleh mediator yang netral[9] yang berasal dari kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
Jika dalam mediasi tercapai kesepakatan maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan disaksikan mediator, kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapat akta bukti pendaftaran.
Apabila perjanjian bersama tidak dilakukan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah perjanjian bersama didaftarkan untuk mendapat penetapan eksekusi.
Namun, jika melalui mediasi tidak tercapai kesepakatan, maka mediator akan mengeluarkan anjuran tertulis dan para pihak juga harus memberikan jawaban tertulis kepada mediator untuk menyetujui atau menolak anjuran tertulis tersebut. Jika tidak memberikan tanggapan, maka dianggap menolak anjuran tertulis.
Apabila para pihak menyetujui anjuran tertulis dari mediator, maka dalam waktu paling lambat 3 hari kerja, mediator membantu para pihak membuat perjanjian bersama dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Sedangkan, apabila para pihak atau salah satu pihak menolak anjuran tertulis maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Kemudian Konsiliasi, Berbeda dengan mediasi, konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, PHK dan perselisihan antar serikat pekerja yang dilakukan oleh konsiliator yang netral dan terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
Konsiliator yang menangani berada di wilayah kerja meliputi tempat pekerja bekerja. Para pihak perlu mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati.
Jika melalui konsiliasi tercapai kesepakatan maka dibuat perjanjian bersama dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum para pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Namun, apabila tidak tercapai kesepakatan maka konsiliator akan mengeluarkan anjuran tertulis dan dijawab oleh para pihak apakah setuju atau tidak. Jika para pihak setuju maka akan dibuatkan perjanjian bersama dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial.[20] Dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian bersama, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Sedangkan jika para pihak atau salah satu pihak menolak anjuran tertulis maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Kemudian lagi Arbitrase, Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.
Arbitrase adalah penyelesaian perselisihan di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
Selanjutnya, para pihak membuat perjanjian arbitrase dan memilih arbiter baik tunggal maupun majelis yang dilakukan melalui penunjukan tertulis.
Perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase wajib diselesaikan dalam jangka waktu 30 hari sejak penunjukan arbiter, yang dapat diperpanjang selambat-lambatnya 1 x 14 hari kerja atas kesepakatan para pihak.
Proses penyelesaian perselisihan melalui arbitrase dimulai dengan mendamaikan para pihak. Jika terjadi kesepakatan, maka akan dibuat akta perdamaian. Jika tidak maka diteruskan pemeriksaan hingga dikeluarkan putusan.
Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak serta bersifat akhir dan tetap. Putusan arbitrase tersebut kemudian didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan. Jika putusan arbitrase tidak dilaksanakan, maka dapat diajukan fiat eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri wilayah tempat kedudukan pihak yang harus menjalankan putusan.
Perlu diketahui bahwa putusan arbitrase dapat diajukan permohonan pembatalan ke Mahkamah Agung (“MA”) paling lambat 30 hari kerja sejak diputuskan dengan alasan sebagaimana tercantum dalam Pasal 52 ayat (1) UU PPHI.
Namun demikian, jika perselisihan telah diselesaikan melalui arbitrase maka tidak dapat diajukan lagi ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Contoh ketiga, Gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial, Berdasarkan penjelasan di atas, maka gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial dapat diajukan apabila upaya tripartit yang meliputi mediasi dan konsiliasi gagal. Namun tidak demikian jika perselisihan telah diselesaikan melalui arbitrase, karena tidak dapat diajukan lagi ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Menjawab pertanyaan Anda mengenai apa saja perkara yang dapat diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial? Jawabannya adalah:di tingkat pertama untuk perselisihan hak dan perselisihan PHK; di tingkat pertama dan terakhir untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan.
Artinya, dalam perselisihan hak dan perselisihan PHK masih dapat diajukan upaya hukum lebih lanjut yaitu melalui kasasi ke MA. Sedangkan untuk kasus perselisihan kepentingan dan perselisihan serikat pekerja dalam satu perusahaan tidak dapat diajukan kasasi ke MA.
Adapun hukum acara yang berlaku dalam Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata pada lingkungan peradilan umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU PPHI.
Untuk mengajukan gugatan perselisihan, diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja bekerja.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika mengajukan gugatan adalah sebagai berikut.
Harus dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi;
Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak; Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan atau objek gugatan; Dokumen-dokumen, surat-surat dan hal-hal lain yang dianggap perlu oleh penggugat.
Setelah gugatan diajukan, selanjutnya akan dilaksanakan pemeriksaan oleh hakim dan akan diputus perkara perselisihannya.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Semoga Bermanfaat.
Jurnalis Hukum : Heriyanto S.H.,C.L.A/Sumber : HukumOnline.com