JURNALISHUKUM.COM, GAZA – Bahkan korban tewas pun tidak luput dari perang yang berkecamuk di Jalur Gaza, dimana jenazah digali oleh tentara Israel dan penguburan dilakukan secara terburu-buru di rumah sakit dan bahkan sekolah.
Di distrik Tuffah Kota Gaza, mayat warga Palestina yang dikeluarkan dari kuburan mereka tergeletak di atas tanah berlumpur.
Penodaan tersebut merupakan bagian dari pola yang menurut Kementerian Awqaf dan Agama Palestina di wilayah yang dikuasai Hamas telah menyebabkan lebih dari 2.000 kuburan dirusak atau dihancurkan oleh pasukan Israel di seluruh wilayah tersebut.
Militer Israel mengatakan pihaknya “sama sekali tidak menargetkan kuburan, dan tidak memiliki kebijakan untuk merusak atau menodai kuburan”.
Namun mereka juga mengatakan “kuburan atau kuburan tertentu, seperti situs atau bangunan sipil lainnya, bisa rusak” selama perang.
Menanggapi tuduhan bahwa tentara telah mengambil jenazah dari kuburan, militer mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa mereka bertindak “di lokasi tertentu di mana informasi menunjukkan bahwa jenazah sandera mungkin ditemukan”.
“Jenazah yang bertekad untuk tidak menjadi sandera dikembalikan dengan bermartabat dan hormat,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Konflik saat ini terjadi setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan yang menewaskan sekitar 1.140 orang, sebagian besar warga sipil.
Hamas juga menawan sekitar 250 orang. Israel mengatakan 132 di antaranya masih berada di Gaza, termasuk sedikitnya 28 jenazah.
Serangan militer Israel yang tiada henti telah menewaskan sedikitnya 26.637 orang di Gaza, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
‘Jiwa mereka gemetar’
Di sebuah sekolah yang dipenuhi pengungsi di Deir el-Balah, di Gaza tengah, Saida Jaber teringat melihat rekaman di media sosial tentang kuburan yang hancur di kamp pengungsi Jabalia.
“Saya merasa jantung saya akan berhenti berdetak,” kata Saida, seraya menambahkan bahwa ayahnya, kakek-nenek, dan kerabat lainnya dimakamkan di lokasi tersebut di Gaza utara.
“Saya merasakan jiwa mereka gemetar… Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ada orang yang berani menggali kuburan dan melanggar kesucian orang mati,” kata Saida.
Karena pertempuran tidak berhenti, banyak warga Palestina di Gaza tidak dapat mencapai kuburan dan malah beralih ke kuburan darurat.
Di sebuah sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan di pusat kamp pengungsi Maghazi, seorang wanita menyentuh tanah berpasir tempat putrinya dimakamkan di halaman.
“Putri saya meninggal dalam pelukan saya… kami menunggu siang dan malam dan tidak dapat mengirimnya ke ruang gawat darurat,” kata wanita yang tidak menyebutkan namanya.
Dia mengatakan rudal menghantam kompleks sekolah dan menyulut tabung gas, menyebabkan ledakan mematikan.
Seorang pria yang merawat situs tersebut mengatakan lebih dari 50 orang dimakamkan di sana, masing-masing kuburan berisi tiga atau empat jenazah, dengan nama mereka tertulis di batu bata atau dinding di sebelahnya.
‘Mati karena kesedihan’
Jumlah korban tewas sangat tinggi sehingga korban serangan Israel dikuburkan di kuburan massal di seluruh Gaza.
Deretan jenazah telah dikuburkan di halaman Rumah Sakit al-Shifa, rumah sakit terbesar di Gaza, di mana orang-orang memisahkan kuburan dengan batu dan ranting tanaman.
“Jika kami pergi ke pemakaman, mereka [pasukan Israel] mungkin akan mengebom kami dan kami akan mati,” kata Arfan Dadar, 46, yang tinggal di tenda bersama keluarganya di kompleks rumah sakit.
Dadar mengatakan tentara Israel menembak mati putranya yang berusia 22 tahun ketika dia kembali ke rumah sakit di Kota Gaza.
“Saya menandai makamnya, [tetapi] sekarang taman rumah sakit dipenuhi kuburan massal. Saya hampir tidak mengenali makam anak saya,” katanya.
Warga Palestina di Gaza mengatakan mereka berharap bisa memindahkan korban tewas setelah perang berakhir.
Wael Dahdouh, kepala biro Al Jazeera di Gaza, mengatakan dia “tidak punya pilihan” selain menguburkan putranya di pemakaman yang penuh sesak di Rafah selatan setelah jurnalis muda itu terbunuh dalam serangan Israel.
“Kami akan memindahkannya ke pemakaman para syuhada di Gaza setelah perang berakhir. Kami ingin makamnya dekat dengan kami sehingga kami bisa mengunjunginya dan mendoakannya,” kata Dahdouh.
Jaber mengaku rindu kembali ke Jabalia untuk memeriksa makam kerabatnya. “Saya akan mati kesedihan jika mereka juga tersapu.”
Jurnalis Hukum : Heriyanto S.H.,C.L.A/Sumber : Al-Jazeera